Sering kali kita menganggap ulat adalah hewan yang menjijikkan, mengganggu, merugikan bahkan membahayakan sehingga harus dibasmi. Namun, dibalik itu, ada inspirasi dan renungan dari si ulat dan tanaman yang telah dirusak. Tanpa kita sadari kisah mereka memiliki makna yang mendalam tentang prasangka yang baik dan sebuah pengorbanan.
Kisah Ulat dan Pohon Mangga
Seekor ulat yang kelaparan terdampar di tanah tandus. Dengan lemas ia menghampiri pohon mangga sambil berkata,
“Aku lapar, bolehkah aku makan daunmu?”
Pohon mangga menjawab,
“Tanah di sini tandus, daunku pun tidak banyak. Apabila kau makan daunku, nanti akan berlubang dan tidak kelihatan cantik lagi. Lalu aku mungkin akan mati kekeringan. Hmmm… tapi baiklah, kau boleh naik dan memakan daunku. Mungkin hujan akan datang dan daunku akan tumbuh kembali”.
Ulat naik dan mulai makan daun-daunan. Ia hidup di atas pohon itu sampai menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang cantik.
“Hai pohon mangga, lihatlah aku sudah menjadi kupu-kupu. Terima kasih karena telah mengizinkan aku hidup di tubuhmu. Sebagai balas budi, aku akan membawa serbuk sari hingga bungamu dapat berbuah”.
Sebuah bahan renungan yang luar biasa! Dalam hidup, kita sering memperhitungkan untung rugi pengorbanan yang dilakukan.
“Jika saya memberi, saya akan kekurangan. Bagaimana mengatasinya?” Atau, “Bagaimana kalau ternyata saya ditipu?”
Orang bijak pernah berkata, “Lakukan segala kebajikan, dan jangan berpikir apa yang akan kita dapat”.
Tapi sadarkah kita, setiap kita memberi, ada sepercik kebahagiaan di hati? Bila ingin memberi, lakukan saja karena semuanya akan kembali ke kita juga.
Kisah Ulat dan Pohon Mangga – Lentera Inspirasi